Chapter 2
Dari mulut Astor-sama, keluar suara bodoh yang tak pantas.
“…Hah?”
Dia yang tadinya membayangkan solusi klasik seperti mengangkat pedang untuk membasmi iblis atau mengaktifkan lingkaran sihir kuno, kini mendengar kata-kata dari Leonora yang terlalu melantur dan terlalu mesum.
“Bukan salah dengar. Astor-sama adalah ‘Pahlawan Peju Suci’. Satu-satunya cara untuk melawan Lilith adalah dengan menyuntikkan esensi suci yang bersemayam di dalam tubuhmu ke dalam rahim kami, para keluarga kerajaan.”
Leonora mengucapkannya seolah sedang melaporkan urusan administratif biasa, tapi pipinya sudah memerah seperti darah.
Ia mencoba menutupi mulut dengan kipas tangan, tapi gerakan itu justru semakin menonjolkan naik-turunnya dada yang berdegup kencang.
“Jadi… maksudmu, aku harus… tidur dengan kalian?”
“…Jangan ubah kata-kataku menjadi sesuatu yang kasar! Tapi secara fakta, ya, memang begitulah!!”
Bam! Leonora memukul pagar balkon dengan keras.
Dampaknya membuat bukit kembarnya yang terlalu melimpah melonjak tinggi bagaikan jelly yang punya kehendak sendiri. Melawan gravitasi sebentar, mencapai puncak, lalu bergetar purun, sebelum akhirnya jatuh kembali dengan bobot dosh yang nyata. Energi gerak itu menarik kain gaun tipisnya hingga batas maksimum, menciptakan ketegangan seolah-olah sebentar lagi akan meledak.
“Na…!?”
Matanya yang tajam menembak Astor-sama seperti bilah pedang.
“Jangan salah paham! Ini murni ‘upacara’! Proses penyediaan energi suci belaka! Bukan—bukan berarti aku tega membiarkan tubuhku disentuh oleh laki-laki sepertimu karena nafsu!!”
Setiap kali ia melangkah mendekat, payudara raksasa seukuran melon itu bergoyang liar ke kiri-kanan, tap-tap. Karena korset di bawah dada mengikat kuat, lemak yang tak punya tempat lari hanya bisa meluap ke atas, mengalir bagaikan longsor salju dari lembahnya.
Setiap kali ia berteriak, rongga dadanya mengembang besar, dan buah-buah di atasnya bergoyang bluun-bluun. Pemandangan itu memancarkan erotisme kasar yang langsung memukul akal sehat siapa pun yang melihat.
“Demi negara… ya, benar, semuanya demi Edenfilia. Tapi…!”
Tinju Leonora bergetar hebat. Ia sebenarnya adalah putri yang paling bangga dan paling suci di antara semua. Membuka selangkangan untuk pria asing—itu adalah penghinaan yang tak tertahankan, bahkan jika dunia akan hancur sekalipun.
“Harus kupersembahkan kesucian Leonora yang mulia ini kepada pria yang tak tahu asal-usulnya!? Jangan bercanda!!”
Saat ia memutar tubuh karena emosi yang meluap, gaya sentrifugal membuat payudara raksasanya terlambat mengikuti. Purun-purunn, baiin-baiin—seolah suara itu benar-benar terdengar di telinga. Payudara kanan menekan payudara kiri, meremukkannya hingga berubah bentuk mguu. Kelembutan dan volumenya terasa begitu nyata bahkan dari balik kain.
“Aku tidak mau mengakuinya! Apa pun yang dikatakan Ayahanda… Raja, demi harga diriku sendiri, aku tidak akan pernah mengajak pria sepertimu ke kamar tidur…”
Ia berteriak histeris sambil menuding Astor-sama. Bahkan ujung jarinya ikut bergetar.
“Cabut pandangan mesummu itu! Selalu saja menatap dadaku… dasar monyet yang sedang birahi!!”
Leonora mencoba menutupi dadanya dengan merangkulnya menggunakan kedua lengan. Namun, lengan atasnya yang montok dan daging payudara yang meluap dari sela-sela jari justru semakin menekankan kelimpahannya. Dada yang terjepit di antara lengan gemuk itu malah semakin menonjol tinggi, hingga dari kerah gaunnya hampir terlihat lingkaran puting yang berbahaya.
Berlawanan dengan kata-kata penolakannya, tubuhnya sudah bereaksi terhadap “udara manis” dunia ini, memancarkan panas seolah sedang bersiap-siap. Mata yang berkaca-kaca, napas yang tak beraturan, dan payudara raksasa yang berubah bentuk cabul di dalam pelukannya sendiri.
Astor-sama, meski terpana, sudah yakin.
Momen ketika putri yang begitu angkuh ini akhirnya remuk harga dirinya dan bersujud di hadapannya—itulah “penaklukan” pertama di dunia gila ini.
